DI BAWAH pohon-pohon rindang di Universitas Kairo, para mahasiswa berkumpul berduaan dengan malu-malu. Beberapa orang duduk berdekatan di sudut-sudut teduh dan berpegangan tangan. Namun, apa daya, ketika dorongan gejolak semakin kuat, namun menikah pun tak mampu. Ditambah, Mesir—bagaimanapun—bukan Barat. Adat agama dan nilai-nilai Mesir tidak mengizinkan mereka untuk melakukan sesuatu yang lebih jauh lagi.
Namun ada cara lain; nikah urfi. Apa nikah urfi gerangan? “Ini pernikahan rahasia antara laki-laki dan perempuan yang bahkan orang tua mereka pun tidak tahu,” jelas seorang mahasiswa arkeologi yang berusia 20 tahun. “Mereka tidak mengumumkannya ke publik.”
“Dari apa yang saya dengar ada banyak siswa di universitas ini yang telah menjalani pernikahan urfi,” tambah rekannya, Dina.
Pernikahan urfi secara harfiah merupakan “adat” perkawinan yang tidak memerlukan kontrak resmi. Beberapa mahasiswa menandatangani dokumen yang ditulis tangan atau bahkan hanya sebuah perjanjian verbal. Lainnya, mereka membeli pernikahan tidak resmi ini dengan kontrak sekitar $ 20 AS dan menandatanganinya di depan dua orang saksi untuk sekadar mencoba memenuhi persyaratan secara Islam—walau ini sesungguhnya bertentangan dengan Islam, tentu saja.
“Pasangan muda melihat perkawinan urfi sebagai solusi pragmatis,” kata sosiolog Madiha Safty dari Universitas Amerika di Kairo. “Tidak ada seks sebelum nikah atau luar nikah, sehingga mereka percaya pernikahan urfi ini memberikan kemasan yang sah untuk sebuah hubungan.”
Ini adalah budaya gelap Mesir, yang sejak lama berusaha untuk dientaskan. Pernikahan ini, karena gelap dan tak sah, maka banyak yang tidak berakhir bahagia. Sebuah saluran telefon hotline di Mesir, Pusat Hak-Hak Perempuan, menerima konsultasi biasa dari wanita muda yang bingung tentang hukum dan status agama pernikahan mereka, atau mencari bantuan, ketika terjadi hal-hal yang tidak beres.
Penasihat hukum, Fawziya Abdullal, mengatakan kasus yang paling serius selalu melibatkan kehamilan. “Karena punya bayi, kemudian si perempuan akan selalu yang paling bertanggung jawab bagi bayi itu. Nah, ada beberapa suami yang menolak pernikahan itu, sehingga wanita dipaksa untuk membuktikan siapa ayah si bayi itu. Sebuah tes DNA di sini dilakukan. Pernikahan urfi memiliki banyak kerepotan dan kesulitan.”
Memang sulit sekali menemui wanita muda yang pernah memiliki pengalaman buruk dalam pernikahan urfi dan membuatnya berbicara. Dalam praktiknya, pernikahan urfi tidak bedanya atau sama jahiliyahnya dengan nikah muth’ah, produk dari ajaran Syi’ah yang merugikan perempuan, hingga tidak heran diharamkan dalam Islam. [sa/islampos/bbc]
Post A Comment:
0 comments: